Total Pageviews

Tuesday, June 29, 2010

UTS Hukum & Kode Etik Komunikasi

Nama : Riska Setiawati
NIM : 0971511829
UTS : Hukum & Kode Etik Komunikasi
Periode : 0510
Dosen : Finy F. Basarah, SH., M.Si.
Kelompok: PA
Hari/Tanggal : Sabtu, 5 Juni 2010


Pertanyaan :

1. SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers) sudah tidak diperlukan lagi sejak UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers diberlakukan. Setujukah Anda dengan aturan tersebut? Kemukakan alasannya!

2. Dari empat teori pers (Otoritarian, Libertarian, Tanggung Jawab Sosial dan Soviet Totalitarian), manakah yang menurut anda paling sering dipraktekan di Indonesia? Berikan contoh!

3. Apakah yang di maksud dengan “Kebebasan Media” menurut Anda? Jelaskan!


Jawaban :

1. Setuju, karena SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers) berlaku pada masa pemerintahan/rezim Soeharto dimana Pers sangat dibatasi. SIUPP dianggap sebagai momok pers Indonesia, karena pemerintah bisa membredel sebuah media dengan cara mencabut SIUPP-nya. SIUPP adalah bukti kebijakan represif pemerintah terhadap pers. Padahal, kebijakan tersebut bertentangan dengan UU Pokok Pers yang menyatakan pemerintah tidak bisa membredel pers. Inilah bentuk arogansi pemerintah yang mengabaikan UU untuk melanggengkan kekuasaan. Pemerintah menganggap kebebasan pers bisa membahayakan pemerintah.

Sejalan dengan dihapusnya SIUPP, pers Indonesia kemudian berkembang pesat. Siapa saja bisa menerbitkan koran, tabloid, majalah dan media lain, tanpa harus melewati aturan yang berbelit, cukup dengan membentuk badan usaha. Maka munculah berbagai macam media cetak dengan bermacam isi. Berita-berita yang sebelumnya tabu dan dilarang untuk diberitakan, kini tidak ada lagi larangan. Masalah yang berkaitan dengan SARA dan masalah pribadi bisa jadi konsumsi berita. Pers pun ramai memberitakan masalah pribadi seorang pejabat. Bukan itu saja, informasi yang tak jelas pun bisa menjadi berita. Tak jelas berapa jumlah media yang terbit pasca-penghapusan SIUPP itu.

Pers Indonesia merayakan kebebasannya, setelah sebelumnya dikekang oleh pemerintah. Ratusan media itu berlomba untuk membuat berita yang luar biasa dahsyat untuk disampaikan kepada masyarakat. Masyarakat pun antusias menyambutnya, karena mereka haus berita-berita yang berani menyerang pemerintah. Selama ini mereka disajikan berita yang terarah pada pemerintah, tanpa ada sikap kritis. Setelah kebebasan diperoleh, pers bergerak sangat cepat. Masalah yang sebelumnya tidak boleh diberitakan, tanpa halangan lagi bisa dimuat dengan lengkap dan jelas, tanpa ada yang melarang. Era 1998 – 2000 adalah saat pers Indonesia menikmati kebebasan dengan sebebas-bebasnya.

Sayangnya, kebebasan itu tidak diikuti dengan sikap profesional dan tanggung jawab terhadap profesi. Banyak media yang membuat berita tanpa dilandasi kaidah jurnalistik yang benar. Pers dipakai untuk menyerang dan menjatuhkan seseorang. Yang tak kalah mengerikan adalah, pers dengan tenang tanpa beban, menelanjangi kehidupan seseorang. Kode etik jurnalistik yang menjadi pijakan profesional seorang wartawan, dibuang jauh-jauh.

Adapun konsekuensinya yaitu dunia penerbitan jadi tak terkendali. Maraknya media porno juga dipicu oleh kebebasan seperti ini. Tapi menurut saya, seharusnya kebebasan penerbitan ini harus dibarengi dengan penerapan hukum yang tegas pada bidang-bidang lain serta kontrol media dalam penerbitan berita. Jadi contoh kasus: tidak ada larangan untuk menerbitkan media porno semacam playboy. Tapi ada undang-undang anti pornografi yang menyebabkan media seperti ini tidak bisa terbit.

2. Menurut saya sistem pers yang cenderung liberal/bebas akan tetapi harus bertanggung jawab. Seperti yang kita ketahui bahwa negara kita saat ini menganut sistem demokrasi. Tidak ada demokrasi tanpa kebebasan berpendapat. Kebebasan berpendapat merupakan salah satu hak paling mendasar dalam kehidupan bernegara. Sesuai Prinsip Hukum dan Demokrasi, bahwa perlindungan hukum dan kepastian hukum dalam menegakkan hukum perlu ada keterbukaan dan pelibatan peran serta masyarakat. Untuk itu, kebebasan pers, hak wartawan dalam menjalankan fungsi mencari dan menyebarkan informasi harus dipenuhi, dihormati, dan dilindungi. Hal ini sesuai dengan UUD 45 Pasal 28 tentang kebebasan berserikat, berkumpul dan berpendapat.

Pemberitaan yang disajikan oleh media tergantung dari media itu sendiri, tidak tergantung pada pemerintah asalkan tidak mengganggu SARA.

Kita bisa lihat contoh kebebasan pers yang liberal ini yaitu ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan mudahnya curhat di depan media, termasuk sewaktu beliau curhat mengenai perihal dirinya ketika menjadi salah seorang sasaran tembak teroris, serta ancaman/ teror lainnya.

Kebebasan pers sekarang yang dipimpin presiden Susilo Bambang Yudhoyono, negara dan bangsa kita membutuhkan kebebasan pers yang bertanggung jawab (free and responsible press). Sebuah perpaduan ideal antara kebebasan pers dan kesadaran pengelola media massa (insan pers), khususnya untuk tidak berbuat semena-mena dengan kemampuan, kekuatan serta kekuasaan media massa (the power of the press). Di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kebebasan pers Indonesia idealnya dibangun di atas landasan kebersamaan kepentingan pengelola media, dan kepentingan target pelayanannya, tidak peduli apakah mereka itu mewakili kepentingan negara (pemerintah), atau kepentingan rakyat.

Didalam Sistem pers yang Liberal, ada kekhawatiran/faktor pengancam, yaitu :

1. Kontrol berada pada Pemilik Modal
Dimana tergantung pada Pemilik media.
Contoh : Pemberitaan yang menyebutkan bahwa adik/kakak dari Pimpinan RCTI yang terlibat dalam kasus korupsi dalam hal pembuatan website di Kementrian Hukum dan HAM.

Kasus tersebut benar adanya, akan tetapi pihak stasiun tv RCTI tidak menayangkan berita akan hal tersebut. Jelas-jelas kontrol yang ada pada kasus tersebut berada pada pemilik modal (yaitu dalam hal ini, pimpinan stasiun televisi tersebut).

2. Ancaman. Kadang-kadang masyarakat sendiri yang menjadi ancaman bagi pers.
Adanya pemberitaan yang pers dapatkan dan akan mempublikasikannya kadang menjadi ancaman bagi pers tersendiri karena adanya golongan tertentu yang misalnya terlibat dalam kasus tersebut.
Contoh : Ketika FPI bentrok dengan Aliansi Kebangsaan dan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB).

3. Kepentingan Uang
Bagi mereka yang memiliki kekuatan dalam hal ini memiliki banyak uang, berita bisa saja dibuat secara terbalik dari fakta yang ada/ disatu sisi memojokkan pihak lain. Bagi mereka yang memiliki kekuasaan akan uang dengan begitu mudahnya mereka beraksi.

Kita bisa lihat ketika pemilu berlangsung, banyak partai yang mempromosikan pimpinannya lewat iklan mupin media massa lainnya. Bagi mereka yang memiliki banyak uang, mereka membuat iklan sebanyak-banyaknya lewat media, baik cetak maupun elektronik (televis/ radio).

3. Menurut saya kebebasan media adalah kebebasan yang diperoleh oleh pers dimana setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Media menemukan kebebasan, dimana merupakan moment kebebasan bagi pers. “Kami bebas, akan tetapi ada batasannya”. Sebagai contoh adanya pembatasan terhadap pers dengan adanya SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers) sesuai dengan Permenpen 01/1984 Pasal 33h. Dengan definisi ”pers yang bebas dan bertanggung jawab”.

Pemberitaan yang disajikan oleh media tergantung dari media itu sendiri, tidak tergantung pada pemerintah asalkan tidak mengganggu SARA.

Tumbuhnya pers pada masa reformasi merupakan hal yang menguntungkan bagi masyarakat. Kehadiran pers saat ini dianggap sudah mampu mengisi kekosongan ruang publik yang menjadi celah antara penguasa dan rakyat.

Setelah reformasi bergulir tahun 1998, pers Indonesia mengalami perubahan yang luar biasa dalam mengekspresikan kebebasan. Fenomena itu ditandai dengan munculnya media-media baru, baik cetak maupun elektronik dengan berbagai kemasan dan segmen. Keberanian pers dalam mengkritik penguasa juga menjadi ciri baru pers Indonesia.

1 comment:

  1. waktu ambil matkul ini kita sekelas gak ya, soal uts nya kok persis,,,,,

    ReplyDelete